MAKALAH
MODEL
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Tentang
:
“PENDIDIKAN
MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) ”
Disusun
Oleh :
DEVI NOVITA (18020412002)
FATHIAH (17020411006)
PUJI
HARTATIK (17020411014)
RAHEL WIWIT KRIS UTAMI (17020411016)
Dosen
Pengampu :
HASMAWATI,
S.Pd., M.Pd.
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
YAYASAN
PENDIDIKAN MERANGIN (YPM) BANGKO
TAHUN
2018
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami
haturkan hanya kepada Tuhan yang maha
esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul “Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)”. Makalah ini
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Model Pembelajaran Matematika.
Tidak lupa juga kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat
memberikan informasi dan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu
cabang ilmu yang sangat penting, karena matematika sebagai
mata pelajaran yang
memungkinkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan
merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Matematika adalah salah
satu bidang studi
yang ada pada
semua jenjang pendidikan, mulai
dari tingkat sekolah
dasar sampai dengan
perguruan tinggi. Bahkan matematika
diajarkan di taman
kanak-kanak secara informal. Belajar matematika
merupakan suatu syarat
untuk melanjutkan pendidikan kejenjang berikutnya. Dengan
belajar matematika kita akan belajar bernalar secara kritis, kreatif dan aktif.
Matematika
juga merupakan pelajaran yang sangat
hierarkis, karena hampir setiap materi
yang diajarkan akan
menjadi prasyarat bagi
materi yang selanjutnya, sehingga jika
materi terdahulu tidak
dipahami, akan sulit
untuk memahami materi berikutnya.
Beragam kecepatan siswa
dalam memahami materi
atau konsep yang diajarkan oleh guru, misalnya sejumlah
siswa dapat memahami yang diajarkan oleh
guru setelah guru
menyampaikan materi tersebut,
sementara sejumlah siswa yang
lainnya baru memahami
materi setelah satu
minggu, satu bulan,
bahkan mungkin saja sampai keluar sekolahpun tidak memahaminya.
Salah satu
upaya yang perlu dilakukan
untuk mengatasi masalah
itu adalah guru
sebagai pengajar harus mengembangkan pengajaran dalam proses
pembelajaran. Dengan kata lain
tugas seorang guru harus mampu mengkomunikasikan dan
menginformasikan materi pelajaran
kepada siswa dengan
metode yang bervariasi agar
suasana belajar mengajar tidak monoton dan siswa juga tidak cepat merasa bosan.
Selain itu, guru juga harus mampu membangkitkan minat belajar bagi
peserta didiknya, terutama
mereka yang kurang
menguasai terhadap pelajaran tertentu. Untuk mengatasi
masalah tersebut, salah
satu alternatif dari sekian
banyak pendekatan yaitu
Pendekatan Matematika Realistik.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa Pengertian PMRI ?
2. Apa Karakteristik PMRI ?
3. Apa saja Prinsip-prinsip PMRI ?
4. Bagaimana
Langkah-langkah PMRI ?
5. Bagaiamana Kaitan PMRI untuk Mengembangkan
Penalaran, Kreativitas dan Kepribadian Siswa ?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk Mengetahui
Pengertian PMRI
2. Untuk mengetahui Karakteristik PMRI
3. Untuk Mengetahui Prinsip-prinsip PMRI
4. Untuk Mengetahui Langkah-langkah PMRI
5. Untuk Mengetahui Kaitan PMRI untuk Mengembangkan
Penalaran, Kreativitas dan Kepribadian Siswa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian PMRI
PMRI digagas oleh sekolompok
pendidik matematika di Indonesia. Motivasi awal ialah
mencari pengganti matematika modern yang
ditinggalkan awal 1990-an. Penggantinya hendaklah yang
tidak menakutkan siswa, jadi ramah dan
dapat menaikkan prestasi matematika siswa
di dunia internasional. Di samping itu,
matematika pada dasarnya bersifat demokratis,
jadi wajar bila melalui matematika
dapat ditanamkan budaya demokratis pada
siswa. Pencarian yang lama akhirnya menemukan
jawabannya lewat RME (Realistic Mathematics
Education) yang diterapkan dengan sukses di Belanda sejak 1970-an
dan juga di beberapa negara lain, seperti di Amerika
Serikat (disebut,a.l., Mathematics in Context).
Menurut Fauzan (2002), salah satu permasalahan terbesar
dengan matematika modern ialah menyajikan matematika
sebagai produk jadi, siap pakai, abstrak
dan diajarkan secara mekanistik : guru
mendiktekan rumus dan prosedur ke siswa.
Pendekatan ini dipandang sebagai
pendekatan yang banyak memberikan harapan bagi peningkatan hasil
pembelajaran matematika. Bahkan harapan tersebut
sudah lebih jauh lagi yaitu RME diharapkan dapat dijadikan
sebagai alternatif pembelajaran matematika di kita.
Harapan-harapan tersebut muncul antara lain
karena kekuatan-kekuatan yang dimiliki PMR. Menurut
Suwarsono (2001), kekuatan-kekuatan yang dimaksud adalah PMR
memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika
dengan kehidupan sehari-hari, matematika dapat
dikontruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa,
tidak diharuskan setiap siswa menyelesaikan
soal-soal matematika dengan cara yang sama
dan dengan hasil yang sama pula, dalam mempelajari
matematika proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan proses
itu harus dijalani oleh siswa, dan
PMR memadukan berbagai pendekatan pembelajaran
lain yang dianggap unggul seperti pemecahan
masalah, konstruktivisme, dan pendekatan pembelajaran
yang berbasis lingkungan.
Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) merupakan bentuk pembelajaran
yang menggunakan dunia nyata dan kegiatan
pembelajaran yang lebih menekankan aktivitas
siswa untuk mencari, menemukan, dan membangun
sendiri pengetahuan yang diperlukan sehingga
pembelajaran menjadi terpusat pada siswa.
Penekanan ide matematika merupakan
salah satu aktivitas manusia. Aktivitas yang
dimaksud adalah mencari dan menyelesaikan masalah,
serta mengorganisir materi. Materi tersebut dari masalah yang nyata
diorganisir secara matematis dan juga ide-ide
matematika baik yang baru ataupun lama baik
dari individu maupun lainnya, setelah diorganisir
menurut ide terbaru yang mudah dipahami dalam konteks
yang lebih luas.
Pengajaran
matematika dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik meliputi
aspek-aspek berikut : Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah
(soal) yang “riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat
pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna;
Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai dalam pelajaran tersebut
Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara
informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan (De Lange, 1995)
Berdasarkan
uraian aspek-aspek di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan matematika
realistik berlangsung secara interaktif, siswa mengajukan beberapa pertanyaan
kepada guru, dan memberikan alasan terhadap pertanyaan atau jawaban yang
diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban
temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain
dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap
hasil pelajaran.
B. Karakteristik PMRI
Pada Seminar
Nasional tentang Pendidikan Matematika Realistik, aspek-aspek
PMR secara garis besarnya tertuang dalam lima karakteristik RME. Secara
ringkas menurut Zulkardi (2002) kelima karakteristik
dimaksudadalah :
1.
Menggunakan masalah kontekstual. Masalah
kontekstual sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari
mana matematika yang diinginkan dapat muncul.
2.
Menggunakan model atau jembatan dengan
instrumen vertikal. Perhatian diarahkan pada pengenalan model,
skema, dan simbolisasi daripada mentransfer rumus atau matematika formal secara
langsung.
3. Menggunakan kontribusi
siswa. Kontribusi yang besar pada proses
pembelajaran diharapkan datang dari murid sendiri yang mengarahkan mereka dari
cara-cara informal kearah yang lebih formal atau standar.
4.
Terjadinya interaktivitas dalam proses pembelajaran. Negosiasi secara
eksplisit, intervensi, kooperasi, dan evaluasi sesama murid dan guru adalah
faktor penting dalam proses pembelajaran secara
konstruktif dengan menggunakan strategi informal murid
sebagai jantung untuk mencapai yang formal.
5.
Menggunakan berbagai teori belajar yang
relevan, saling terkait, dan terintegarasi dengan
topik pembelajaran lainnya. Pendekatan holistik,
menunjukkan bahwa unit-unit belajar tidak akan dapat dicapai secara terpisah
tetapi keterkaitan dan keterintegrasian harus
dieksploitasi dalam pemecahan masalah.
Di samping lima
karakterisitik di atas, menurut Bron (1998) RME
mempunyai tiga pilar, yaitu:
(1)
Berpandangan kepada materi matematika dan tujuannya;
(2)
Berorientasi kepada bagaimana anak belajar matematika;
dan
(3)
Berorientasi kepada bagaimana matematika diajarkan.
C. Prinsip-prinsip PMRI
Menurut Suwarsono (2001), PMRI
mempunyai tiga prinsip kunci, yaitu:
1.
Guided
Reinvention
(menemukan kembali) / Progressive Mathematizing (matematisasi
progresif)
Peserta didik harus diberi
kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep
matematika ditemukan. Pembelajaran dimulai dengan suatu
masalah kontekstual atau realistik yang
selanjutnya melalui aktifitas siswa diharapkan
menemukan “kembali” sifat, definisi, teorema atau
prosedur-prosedur. Masalah kontekstual dipilih yang
mempunyai berbagai kemungkinan solusi. Perbedaan
penyelesaian atau prosedur peserta didik dalam
memecahkan masalah dapat digunakan sebagai
langkah proses pematematikaan baik horisontal
maupun vertikal. Pada prinsip ini siswa
diberikan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan
berpikir kreatifnya untuk memecahkan masalah,
sehingga menghasilkan jawaban maupun cara atau
strategi yang berbeda (divergen) dan
“baru” secara fasih dan fleksibel.
2. Didactical Phenomenology (fenomena didaktik)
Situasi-situasi yang diberikan dalam
suatu topik matematika disajikan atas dua pertimbangan, yaitu
melihat kemungkinan aplikasi dalam pengajaran dan
sebagai titik tolak dalam proses pematematikaan. Tujuan penyelidikan
fenomena-fenomena tersebut adalah untuk menemukan
situasi-situasi masalah khusus yang dapat digeneralisasikan dan dapat digunakan
sebagai dasar pematematikaan vertikal. Pada prinsip
ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk
menggunakan penalaran (reasoning) dan kemampuan
akademiknya untuk mencapai generalisasi konsep matematika.
3. Self-developed Models (pengembangan model sendiri)
Kegiatan ini
berperan sebagai jembatan antara pengetahuan
informal dan matematika formal. Model dibuat
siswa sendiri dalam memecahkan masalah. Model pada awalnya
adalah suatu model dari situasi yang dikenal (akrab) dengan siswa. Dengan suatu
proses generalisasi dan formalisasi, model tersebut akhirnya menjadi
suatu model sesuai penalaran matematika.
Prinsip ini memberikan kontribusi untuk pengembangan kepribadian
siswa yang yakin, percaya diri, dan berani mempertahankan
pendapat (bertanggung jawab) terhadap model yang
dibuat sendiri serta menerima kesepakatan atau
kebenaran dari pendapat teman lain. Prinsip ini juga
mendorong kreativitas siswa untuk membuat model sendiri dalam memecahkan
masalah.
Menurut Zulkardi (2002), ada empat
prinsip penilaian dalam PMRI yang beberapa di antaranya merupakan komponen
penilaian yang diisyaratkan dalam KTSP yaitu :
1.
Tujuan utama tes adalah meningkatkan proses belajar mengajar atau pembelajaran
yang sedang berlangsung.
2.
Metode penilaian harus memungkinkan siswa mendemonstrasikan apa yang mereka
mampu daripada apa yang mereka tidak tahu (tes positif). Tugas atau soal-soal
harus mengoperasionalkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sebanyak
mungkin.
3. Tidak semata-mata hanya hasil atau produk berupa
jawaban akhir.
4.
Harus praktis, mudah didapat, tidakmahal, dan sesuai dengan situasi lingkungan
sekolah.
D. Langkah-langkah PMRI
Menurut Zulkardi (2002), Secara
umum langkah-langkah pembelajaran matematika realistik dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Persiapan
Selain menyiapkan masalah
kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai
macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
2. Pembukaan
Pada bagian ini siswa diperkenalkan
dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari
dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan
cara mereka sendiri.
3. Proses pembelajaran
Siswa mencoba berbagai strategi
untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara
perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau kelompok lain dan siswa
atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji.
Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan
siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip
yang bersifat lebih umum.
4. Penutup
Setelah mencapai kesepakatan tentang
strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari
pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal
evaluasi dalam bentuk matematika formal.
E. Kaitan PMRI untuk Mengembangkan
Penalaran, Kreativitas dan Kepribadian Siswa
Penggunaan masalah
nyata (context problem) sangat signifikan
dalam PMRI. Berbeda dengan pembelajaran
tradisional, yang menggunakan pendekatan mekanistik,
yang memuat masalah-masalah matematika secara
formal (“naked problems”). Sedangkan jika
menggunakan masalah nyata, dalam pendekatan mekanistik,
sering digunakan sebagai penyimpulan dari
proses belajar. Fungsi masalah nyata hanya sebagai materi aplikasi
(penerapan) pemecahan masalah nyata dan menerapkan apa yang telah dipelajari
sebelumnyadalam situasi yang terbatas.
Dalam PMRI,
masalah nyata berfungsi sebagai sumber dari
proses belajar masalah nyata dan situasi
nyata, keduanya digunakan untuk menunjukkan dan menerapkan
konsep-konsep matematika. Ketika siswa mengerjakan masalah-masalah nyata
mereka dapat mengembangkan ide-ide/konsep-konsep
matematika dan pemahamanya. Pertama, mereka
mengembangkan strategi yang mengarah (dekat) dengan
konteks. Kemudian aspek-aspek dari situasi
nyata tersebut dapat menjadi lebih umum., artinya model atau
strategi tersebut dapat digunakan untuk memecahkan masalah lain. Bahkan model
tersebut memberikan akses siswa menuju pengetahuan matematika yang formal.
Untuk menjembatani antara tingkat informal dan formal tersebut, model/strategi
harus ditingkatkan dari “model of” menjadi “model for”. Perbedaan
lain dari PMRI dan pendekatan tradisional adalah pendekatan tradisional
menfokuskan pada bagian kecil materi, dan siswa
diberikan prosedur yang tetap untuk
menyelesaikan latihan dan sering individual. Pada PMRI, pembelajaran
lebih luas (kompleks) dan konsep-konsepnya bermakna. Siswa
diperlakukan sebagai partisipan yang aktif dalam
pembelajaran, sehingga dapat mengembangkan ide-ide matematika.
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
Nama
Sekolah : SMP……
Mata
Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester
: VIII/ I (satu)
Alokasi
waktu : 1 x 50 menit
A.
Standar Kompetensi
Menggunakan
Teorema Phytagoras dalampemecahan masalah
B.
Kompetensi Dasar
Menggunakan
Teorema Phytagoras untuk menentukan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku
C.
Indikator
1.
Dapat membuktikan dalil Phytagoras dan menemukan
kebalikan dari teorema tersebut
2.
Dapat menghitung panjang salah satu sisi segitiga siku-siku,
jika dua sisi yang lain diketahui dan tripel Phytagoras
3.
Penggunaan Teorema Phytagoras pada sisi-sisi segitiga
4.
Penggunaan Teorema Phytagoras pada sisi bidang datar dan penerapan
dalam keseharian
D.
Tujuan Pembelajaran
1.
Siswa mampu membuktikan dalil Phytagoras
2.
Siswa mampu menghitung panjang salah
satu sisi segitiga siku-siku, jika dua sisi yang lain diketahui dan tripel
Phytagoras
3.
Siswa dapat menggunakan Teorema
Phytagoras pada sisi-sisi segitiga
4.
Siswa dapat menggunakan Teorema
Phytagoras pada sisi bidang datar dan penerapan dalam keseharian
E. Materi Pokok / Sub Materi Pokok
Teorema Phytagoras, yaitu mengenai :
a. Menemukan
Teorema Phytagoras dan kebalikannya
b. Menemukan
kaitan teorema Phytagoras dalam menentukan jenis segitiga
c. Mengenal
tripel Phytagoras
d. Menerapkan
Teorema Phytagoras
F. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
a. Pendekatan : PMRI
b. b.
Metode : Ceramah, demonstrasi,
diskusi kelompok, tanya jawab, penugasan.
G. Alat dan Sumber Belajar
Buku Matematika SMP kelas VIII Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, Lembar Kerja BSE. Alat Peraga :
Kertas berwarna, tali yang sudah diukur.
H.
Kegiatan Pembelajaran
Tahap Pembelajaran
|
Kegiatan guru dan siswa
|
Waktu
|
Pendahuluan
|
A. Apersepsi
1.Awal kegiatan
pembelajaran dikelas.
2.Dengan Tanya
jawab, guru dan siswa mengecek kemampuan prasyarat siswa (kuadrat dan akar
kuadrat, jenis-jenis segitiga)
3.Melalui Tanya jawab,
siswa menyebutkan benda-benda dalam kehidupan sehari-hari berbentuk segitiga
siku-siku, lancip dan tumpul
B. Motivasi
Guru membangkitkan motivasi siswa untuk
memahami manfaat pentingnya penggunaan teorema Phytagoras dalam kehidupan
sehari-hari dan pentingnya belajar matematika.
C. Tujuan
Pembelajaran
Mengomunikasikan tujuan pembelajaran
|
5 menit
|
Kegiatan Inti
|
A. Eksplorasi :
1.
Guru memberikan contoh keefisienan memanfaatkan sisi miring dari
segitiga siku-siku dalam keseharian dengan menggunakan tali
2.
Guru memancing siswa untuk berfikir mengenai bangun datar yang
mempunyai segitiga siku-siku
3.
Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan
segitiga siku-siku dalam bangun datar
4.
Guru berkeliling untuk membantu dan melihat proses kerja siswa
B. Elaborasi :
1.
Siswa mendemonstrasikan hasil kerja kedepan kelas
2.
Guru mendorong terjadinya interaksi sesama anggota didalam kelas
3.
Guru memancing pertanyaan untuk mendapatkan teorema phytagoras
C. Konfirmasi :
Guru mendemonstrasikan dengan potongan segitiga siku-siku dan
siswa mengikuti hal tersebut Siswa dan guru bersama-sama menemukan teorema
tersebut
|
40 menit
|
Penutup
|
A. Refleksi :
Siswa merumuskan teorema Phytagoras dan
pemanfaatannya dalam bangun datar dan untuk kehidupan sehari-hari
B. Assement :
Menugaskan secara
individu pengerjaan tugas untuk dikerjakan dirumah
|
5 menit
|
I. Penilaian
a.
Penilaian proses : Pengamatan terhadap aktivitas siswa selama
pembelajaran berlangsung.
b.
Penilaian akhir :
latihan Individual
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PMRI (Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia) adalah adaptasi dari RME dalam Konteks Indonesia: Budaya,
Alam, Sistem Sosial, dll. PMRI bukan suatu proyek tetapi suatu gerakan.
PMRI mengembangkan suatu teori pembelajaran matematika yang santun,
terbuka dan komunikatif. RME adalah teori pembelajaran matematika yang
dikembangkan di Belanda sejak sekitar 35- 40 tahun yang lalu sampai sekarang.
RME singkatan dari Realistic Mathematics Education.
Penerapan Matematika Realistik dapat
meningkatkan hasil belajar matematika. Keterkaitan penerapan pendekatan ini
yang berkesinambungan, sangat mendukung siswa untuk melatih kemampuan berpikir
secara nyata dengan memperhatikan media yang digunakan dan tersedia di sekolah.
Dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada pembelajaran
matematika, terlebih dulu siswa harus benar-benar memahami tentang apa yang
diketahui, apa yang ditanya, bagaimana penyelesaian dan bagaimana membuat
kesimpulan akhir dalam menyelesaikan soal.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis
masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details
dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih
banyak..
DAFTAR PUSTAKA
Fauzan, A. 2002. Applying Realistic Mathematics Education in
Teaching Geometry in Indonesian Primary Schools. Doctoral dissertation.
Enschede: University of Twente.
Hadi, Sutarto. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan
Implementasi. Banjarmasin: Tulip
Kemendiknas. 2010. Pembelajaran Matematika dengan pendekatan
realistic di SMP. Yogyakarta: Kemendiknas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar